HOW TO BE BRAVE?
(131pg,
Bagaimana jika penulis merelakan mimpi-mimpinya?
Dapatkah penulis menjalani kehidupan ini jika penulis memutuskan
untuk merelakannya?)
Padahal
kekuatan pendorong hidup itu adalah pilihan sendiri.
Desember, padahal aku baru saja mulai berdamai dengan
luka-luka;
Tidak bisakah aku hidup semauku saja?
Jika boleh; tahun depan tentu aku bisa memandang menara
eiffel itu kan?
Sembari mengirim pesan ke ayah dan ibu, ‘aku
baik-baik saja disini, gajiku dollar.’
Aku bisa menabung tanpa khawatir uang pensiunan dan
sakit jiwa.
Andai aku bisa jujur mengatakan hal ini pada ibu; anaknya
dapat tawaran kerja di Paris malam itu.
Aku tidak akan repot menangis sambil menulis ini kan?
Aku takut sekali untuk sekedar mengatakan, ‘Ibu, jadi
Guru bukan mimpiku.’
Bu, taukah kamu anakmu ini hampir sakit jiwa jika bukan karena buku-buku yang setiap kali aku membelinya engkau marah.
Aku bahkan takut saat di interview kerja, aku takut penolakan bu, takut usahaku sia-sia.
Lebih dari siapapun di dunia ini, aku kecewa dengan
diriku sendiri.
Kecewa karena tidak mau memperjuangkan kemauannya.
Kecewa karena tidak pernah berani dalam hidupnya.
Suatu saat, aku ingin kabur memelihara bunga-bunga yang
telah layu diumur remajaku bu.
Jika waktunya telah datang, tolong izinkan aku
berlari tanpa rasa takut.
(Di halaman ini penulis memilih untuk melepaskan diri)
Komentar
Posting Komentar